Mati tenggelam termasuk mati syahid? Berikut penjelasannya berdasarkan hadist shahih, semoga bermanfaat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena tho’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914)
Dari
Jabir bin ‘Atik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang-orang yang mati syahid yang selain
terbunuh di jalan Allah ‘azza wa jalla itu ada tujuh orang, yaitu korban wabah
adalah syahid; mati tenggelam
(ketika melakukan safar dalam rangka ketaatan) adalah syahid; yang punya luka
pada lambung lalu mati, matinya adalah syahid; mati karena penyakit perut
adalah syahid; korban kebakaran adalah syahid; yang mati tertimpa reruntuhan
adalah syahid; dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan (dalam
keadaan nifas atau dalam keadaan bayi masih dalam perutnya, pen.) adalah
syahid.” (HR. Abu Daud, no. 3111. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih.
Lihat keterangan ‘Aun Al-Ma’bud, 8: 275)
Mati Karena Tenggelam Sudah Disebut Syahid ataukah
Tidak?
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya, ada orang yang menaiki kapal dengan maksud
pergi berdagang kemudian tenggelam, apakah ia dikatakan mati syahid?
Ibnu
Taimiyah rahimahullah memberikan jawaban, ia termasuk syahid
selama ia tidak bermaksiat ketika ia naik kapal tadi. Ada hadist shahih dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan, orang yang
mati tenggelam termasuk syahid; orang yang mati karena sakit perut termasuk
syahid; orang yang mati terbakar termasuk syahid; orang yang mati karena wabah
termasuk syahid; wanita yang mati karena melahirkan termasuk syahid; juga orang
yang mati karena tertimpa reruntuhan termasuk syahid. Ada juga hadits yang
menyebutkan selain dari itu.
Asalnya
memang pergi berdagang dengan kapal itu boleh selama yakin bahwa diri kita bisa
selamat. Namun kalau tidak yakin bisa selamat, maka tidak boleh bergadang
dengan kapal laut. Jika nekad dilakukan, maka sama saja bunuh diri dan tidak
disebut syahid. Wallahu a’lam. (Majmu’ah Al-Fatawa, 24: 293)
Sumber: rumaysho.com
Makna Syahid
“Karena Allah Ta’ala dan malaikatnya ‘alaihimus salam menyaksikan orang tersebut dengan surga. Makna syahid di sini adalah disaksikan untuknya.” (Syarh Shahih Muslim, 2: 142, juga disebutkan dalam Fath Al-Bari, 6: 42).
Ibnu Hajar menyebutkan pendapat lain, yang dimaksud dengan syahid adalah malaikat menyaksikan bahwa mereka mati dalam keadaan husnul khatimah (akhir hidup yang baik). (Lihat Fath Al-Bari, 6: 43)
Yang Mati Tenggelam Apakah Tetap Dimandikan & Dishalatkan?
Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan
bahwa orang yang mati syahid tidak lewat jalan berperang seperti karena sakit
perut, karena wabah penyakit, karena tenggelam, karena tertimpa reruntuhan,
juga karena melahirkan, tetap dimandikan dan dikafani sebagaimana diketahui
tidak ada perselisihan dalam hal ini.
Mereka semuanya yang
mati syahid bukan karena berperang tetap dimandikan dan dishalatkan. Karena
yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggalkan adalah
tidak memandikan orang yang mati syahid karena berperang. Karena kalau
dimandikan akan menghilangkan darah baik. Alasan lainnya, karena sulit untuk
memandikan orang yang mati syahid, ditambah jumlah yang mati biasa banyak.
Begitu pula, orang yang mati syahid di medan perang memiliki luka-luka.
Sedangkan untuk orang yang mati karena tenggelam dan lainnya tidak ditemukan
alasan-alasan seperti itu. (Al-Mughni, 3: 476-477)
Sumber: rumaysho.com
0 Comments